• Basilika St. Petrus

    Basilika St. Petrus

  • Paus Benedictus XVI

    Paus Benedictus XVI

  • your image alt

    Vatican

Jumat, 04 November 2011

KUNCI JAWABAN



Seorang guru akan memberikan pertanyaan untuk menguji anak didiknya dalam sebuah tes.Dan pasti sang guru  sudah memiliki jawabannya juga. Tidak mungkin guru memberikan soal kepada para muridnya sementara  ia sendiri tidak tahu jawaban dari soal yang diberikan tersebut.

Hal yang sama berlaku pada sebuah pabrik pembuatan gembok. Mereka tidak hanya menciptakan gembok, tapi juga membuat kunci untuk setiap gembok tsb.
Bayangkan betapa konyolnya jika mereka hanya men jual gembok tanpa anak kunci.

Dua analogi sederhana di atas kiranya memberikan pencerahan kepada kita bahwa hal yang sama Tuhan lakukan dalam hidup kita. Ketika Tuhan mengijinkan sebuah persoalan, maka sesungguhnya Dia sudahmempunyai  jawaban untuk persoalan tersebut.
Tuhan tidak pernah membiarkan kita mengalami persoalan yang tak terpecahkan atau masalah yg tidak ada jalan keluarnya. Tuhan menyediakan kunci untuk setiap pergumulan hidup yang kita alami.

Tuhan tidak hanya menyediakan jawaban atau kunci untuk setiap masalah yang kita alami, tetapi Dia juga bijak dalam mengukur kemampuan dan kapasitas kita dalam menanggung persoalan.
Tuhan tidak akan pernah memberikan soal yang melebihi kemampuan kita.

Bukankah seorang guru tidak akan memberikan soal kelas VI untuk anak yang masih kelas 1? Jika seorang guru saja bisa demikian bijak dalam menakar kemampuan kita, apalagi Tuhan?

Melalui kebenaran ini kita diingatkan agar jangan sampai menjadi orang yang mudah mengeluh dan merasa persoalan yg kita alami sangat berat dan tak tertanggungkan. Jangan juga kita menjadi orang yang mudah putus asa karena berpikir masalah kita tidak ada jalan keluarnya. Ingatlah bahwa ada soal berarti ada jawaban, ada gembok berarti ada kuncinya.

Ketika Tuhan mengijinkan sebuah persoalan, Dia sudah menyediakan kunci jawabannya.



Di saat kita berbeban berat, Ia menguatkan kita dengan sabdaNya, "Marilah kepadaKu, semua yang  letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu" (Mat 11:28)

Di saat kita kehilangan harapan, Ia datang meneguhkan kita dengan bersabda, "Aku ini jangan takut" (Mat 14:27)

Ketika kita kehilangan cinta dan kasih, Ia memperingatkan kita, "Kasihilah satu sama lain seperti Aku telah mengasihi kamu."

Ketika kita merasa kuatir...Ia menguatkan kita :"Janganlah  kuatir akan hidupmu....Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Mat 6:25-33)

"Serahkanlah kekuatiranmu pada Tuhan, sebab Ia yang memelihara kamu (1 Petr5 :7)

Di saat kita kehilangan harapan..Ia berkata kepadamu:" Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu" ( Luk11:9)

Ketika kita merasa ditinggalkan sendirian..Ia meneguhkan kita : "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman"(Mat 28:20)

Ketika kita kehilangan arah, Ia bersabda :"Akulah Jalan, Kebenaran dan Hidup.Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku"(Yoh 14:6) 

Di saat kita kehilangan kedamaian, Ia menghibur kita :" Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu.Damai sejahteraKu Kuberikan bagimu, dan yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan dunia kepadamu.Janganlah gelisah dan gentar hatimu" (Yoh 14:27)

Tuhan Yesus memberkati






Rabu, 07 September 2011

"DIMANA ALLAH MERATAP"




(Wawancara dengan Monsignor Segundo Tejado Munoz)
(Terjemahan bebas)


Bertatap muka dengan Gereja Martir

Monsignor Tejado tentang Awal Pelayanan Imamat di Albania


ROME, SEPT. 6, 2011 (Zenit.org) Gereja di Albania menderita penganyiaan yang besar dan mengerikan dibawah kekuasaan dictator komunis Enver Hoxa. Walaupun komunis – tidak seperti Negara sekuler yang mengeluarkan Allah dari hati umat, demikian kata monsignor yang memulai pelayanannya sebagai imam di Albania. Mongsignor Segundo Tejado Munoz, wakil sekretaris pada Pontifical Counsil “Cor Unum” yang mengenang kembali tugas pertama imamatnya di Albania sebagai yang terbaik sepanjang hidupnya.

Dia berbicara dalam program televisi “Dimana Allah Meratap” yang disponsori oleh Radio dan Jaringan Televisi dalam kerja sama dengan Badan Bantuan untuk Gereja miskin, tentang apa yang seharusnya seorang imam belajar dari pelayanan kepada mereka yang menerima resiko berat karena hidup untuk iman mereka.


Wartawan: Engkau datang ke Albania sesaat setelah kematian Enver Hoxa. Apa pengalamanmu pada saat itu?

Monsignor Tajado: Saya datang ke Albania untuk bekerja di sana dan membantu menyediakan rencana pembangunan kembali Gereja sesaat setelah kejatuhan komunis. Saya tidak tahu sesuatu pun tentang Albania karena Spanyol mempunyai hubungan yang kurang akrab dengan Negara-negara Balkan. Pengalamanku sangat mencengangkan – sulit tapi mengagumkan. Saya mengerti bahwa Tuhan telah memanggilku untuk pergi ke Albania. Albania sangat miskin tapi saya menemukan banyak umat sangat membantu satu sama lain; banyak kali di Negara komunis banyak umat bertentangan dengan iman, tapi tidak di Albania. Paus datang ke sana pada tahun 1994 dan beliau menahbiskan uskup pertama. Itu adalah pengalaman yang sangat bagus, tapi juga sulit karena Gereja dianiaya, sehingga harus memulai dari awal lagi, untuk berbicara tentang Yesus, tentang Tuhan dan mengorganisir gereja secara keseluruhan.


Wartawan: Apa yang sangat merisaukan yang engkau lihat ketika datang ke Albania?

Monsignor Tajado: Saya melihat sejumlah penduduk dan sebuah gereja yang menderita banyak selama pemerintahan komunis tetapi penganiayaan tidak menghancurkan sesuatu di dalam hati mereka. Itulah sesuatu tentang surga. Mereka katakan bahwa “selama era komunis surga sangatlah dekat dengan hati mereka.”


Wartawan: Pada umumnya penduduk Negara itu Ateis. Bagaimana mungkin masih ada benih iman di sana?

Monsignor Tajado: Komunis tidak dapat menghancurkan harapan di hati umat. Dalam Negara komunis, sekularisasi telah dihancurkan oleh harapan ini di hati umat. Dalam negara2 dibawa control komunis, nilai rasa iman akan Allah tetap tinggal di hati umat. Engkau dapat berbicara tentang Allah dengan umat di sana, dalam cara yang engkau tidak dapatkan di dalam negara2 sekulir, sebab umat menemukan baik Allah maupun iman merekalah yang sangat penting dan menarik.


Wartawan: Apakah di sana terjadi penganiayaan yang bengis terhadap Katolik Albania?

Monsignor Tajado: Ya, gereja di Albania adalah gereja para martir. Mereka tetap bersekutu dengan Santo Petrus, dengan Paus dan itulah unsur penting untuk mereka. Enver Hoxa memaksa Gereja Katolik Albania untuk menjadi gereja nasional seperti di Cina, tapi para uskup dan imam menolaknya; “Kami akan tetap menjadi satu kesatuan dengan Petrus, dengan Paus” dan karena ini, mereka dianiaya dan memiliki situasi yang mengerikan.


Wartawan: Apakah kesaksian2 ini mempengaruhi panggilanmu sebagai seorang imam?

Monsignor Tajado: Ya! Ketika engkau berbicara kepada mereka yang dianiaya, sesuatu menyentuhmu. Engkau datang berhadapan muka dengan muka dengan seseorang yang telah mengorbankan hidupnya untuk Tuhan; Ini sangat penting untuk seorang imam – menyerahkan hidupmu untuk Tuhan dan untuk Gereja.


Wartawan: Apa saja resiko yang telah engkau alami karena imanmu akan Tuhan?

Monsignor Tajado: Setiap hari sebagai seorang imam saya dipanggil untuk memberikan hidup kepada Tuhan; melakukan kehendak-Nya. Itu adalah sebuah pengalaman spiritual. Jika engkau bertemu seseorang yang telah menderita bukan hanya untuk sehari tapi untuk hidup, untuk Tuhan, engkau seharusnya bertanya kepada dirimu mengapa engkau tidak dapat melakukan hal yang sama dan menyerahkan hidupmu secara penuh kepada Tuhan? Inilah aspek penting untuk seorang imam – bukan hanya untuk seorang imam tapi juga untuk setiap orang Kristen.


Wartawan: Apa yang ada di dalam dirimu yang telah tertinggal di Albania?

Monsignor Tajado: Setengah dari hatiku. Saya berada di sana selama 9 tahun. Itu adalah pengalaman tugas pertamaku sebagai imam dan menjadi tempat tujuan pertamaku, saya mengenangnya sangat mendalam. Itulah sebuah periode yang sangat manis dalam hidupku – terbaik, saya piker, sungguh dan selalu karena kesulitan2, salib dan penderitaan, yang Tuhan izinkan dalam hidupku. Itu membuatku merendah dan menjadi rendah hati.


Wartawan: Ibu Teresa datang dari Albania. Seberapa pentingkah dia untuk Gereja Katolik di sana?

Monsignor Tajado: Ibu Teresa merupakan seorang tokoh yang sangat penting untuk kita semua. Dia lahir di Skopje, Albania, bagian dari Macedonia. Untuk orang-orang Albania, dia sangat special setelah kejatuhan komunis, orang-orang Albania kehilangan harapan. Pesan ibu Teresa, “Tidak ada yang mustahil bagi Allah,” adalah sebuah pesan yang saya renungkan dan itu juga menjadi pesan untuk semua umat. Jika we memiliki model iman seperti ini dalam hidup kemudian tidak ada sesuatu yang mustahil untuk kita kita we bersama dengan Tuhan. Kunjungan Paus dan Ibu Teresa adalah, seperti orang-orang Albania katakan, seperti “surga terbukan kembali.” Komunis menutup surga bagi umat; Ibu Teresa dan Paus membuka kembali surga untuk mereka.”


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Jumat, 19 Agustus 2011

(Hanya sebuah permenungan kecil sebelum tidur)

Sejenak Diam:

"BANGGA MENJADI KATOLIK DAN BANGGA TERHADAP ORANG-ORANG KATOLIK."
(Hanya sebuah permenungan kecil sebelum tidur)

Orang Katolik itu hebat! Mengapa? Karena ketika ada teman-teman yang memposting EENS atau berkata kasar terhadap agama lain, pasti akan dinasehati dan bahkan dilarang untuk berbicara kasar seperti itu. Tapi, tahukah di luar sana, betapa banyak orang yang membenci Gereja Katolik? Berapakah yang mengatakan bahwa Gereja Katolik itu sesat? Berapakah yang berpendapat dan meyakini bahwa Paus itu pengikut setan? Berapakah yang mengatakan bahwa orang-orang Katolik pasti akan masuk neraka? Berapakah yang menghojat Bunda Maria, ibu Yesus? Berapakah....berapakah...dan berapakah..tapi memang kita orang-orang Katolik itu sangat sabar, baik dan rendah hati." Mengapa? Karena memang orang-orang Katolik mengikuti ajaran pendiri Gereja, yakni Yesus sendiri. Bukankah Dia yang tidak bersalah itu disiksa dan dibunuh hanya karena mewartakan sebuah Kebenaran bahwa Allah itu Bapa-Nya?

Aku hanya mau katakan dengan jujur padamu sebagai sahabatku; SUNGGUH, AKU BANGGA MENJADI KATOLIK DAN SANGAT BANGGA TERHADAP ORANG-ORANG KATOLIK SEPERTI ANDA SEKALIAN.

Salam dan doa malam dari seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Minggu, 14 Agustus 2011

MISTERI KERAHIMAN ILAHI




Kerahiman Tuhan sudah diagung-agungkan oleh para penulis Perjanjian Lama, khususnya dalam kitab Mazmur (misalnya 103:8-14) dan dalam kitab Yesaya (misalnya 1:18). Namun kerahiman itu menjadi nyata dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Yesus adalah kerahiman ilahi sendiri, dan Ia menghendaki, supaya semua manusia, betapapun besar dosa-dosa mereka, mengandalkannya sebagai satu-satunya pertolongan.

Kerahiman Tuhan seharusnya menggerakkan setiap manusia untuk memperlakukan sesama dengan murah hati dan penuh belas kasihan. Sebab, berbahagialah orang yang mengasihani, kata Yesus, karena mereka akan dikasihani (Mat 5:7). Kemurahan hati Tuhan yang dipuja dalam doa, seharusnya diiringi tindakan-tindakan belas kasihan yang nyata.


Suster Faustina (Rasul Kerahiman Allah)

Suster Faustina
Pada tahun 1818, Muder Teresa Rondeau mendirikan Konggregasi Bunda Maria Kerahiman. Tujuannya yang utama ialah memperhatikan, melindungi, dan mendidik anak-anak perempuan. Terpesona oleh kerahiman Allah, Muder Teresa biasa berkata kepada para suster, "Dari semua sifat ilahi, yang paling saya kagumi ialah kerahimanNya".

Bebarapa puluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1862, Konggregasi yang didirikan Muder Teresa itu, mulai mengembangkan cabangnya di Polandia pula. Perintisnya ialah Muder Teresa Potocka. Misi belas kasihan diwujudkan oleh Konggregasi itu sampai sekarang, biarpun bentuk dan coraknya berubah-ubah sesuai dengan perubahan zaman.

Dalam PenyelenggaraanNya yang tak terselami, Tuhan memilih Helena Kowalska sebagai salah satu putri Konggregasi itu. Ia masuk biara dalam usia 20 tahun. Ia hidup di biara selama 13 tahun saja. Sebagai biarawati, Suster Faustina mengerjakan hal-hal yang biasa saja, tetapi ia melakukannya dengan rajin, tidak pernah menonjolkan dirinya, dan dikenal sebagai suster yang amat baik hati.

Kekuatan ditimbanya dari devosi khusus kepada Tuhan Yang Maharahim. Devosi ini diperkenalkannya kepada semua orang di sekitarnya, sedangkan percakapan-percakapan rohaninya dengan Yesus dicatatnya dalam Buku Catatan Harian (BCH). Kini Helena dikenal di seluruh dunia Katolik sebagai Suster Faustina, rasul kerahiman ilahi.


Koronka kepada Kerahiman Ilahi

Kata Koronka adalah sebuah kata Polandia yang artinya kurang lebih sama dengan mahkota kecil yang diletakkan di atas kepala orang yang dicintai secara istimewa ataupun untaian manik-manik indah yang dikalungkan pada leher sang kekasih.

Sejarah koronka dimulai pada tahun 1935 dan diceritakan oleh Suster Faustina sebagai berikut :

Malam hari, ketika aku di kamarku, aku melihat Malaikat, pelaksana murka Allah. Ia berpakaian jubah terang dan wajahnya bersinar. Di bawah kakinya ada awan, dan dari awan itu keluarlah petir-petir, sedangkan dari tangannya keluarlah kilat-kilat... Ketika aku melihat tanda murka ilahi yang akan menimpa bumi itu...aku mulai memohon Malaikat supaya ia berhenti sejenak, sebab dunia pasti akan bertobat. Namun permohonanku tidak berarti apa-apa terhadap murka ilahi.

Saat itu aku melihat Allah Tritunggal. Kebesaran kemuliaanNya menembus aku sedalam-dalamnya, dan aku tidak berani mengulangi permohonanku lagi.

Saat itu juga kurasakan dalam jiwaku kekuatan rahmat Yesus yang diam dalam diriku. Setelah menyadari rahmat itu, aku langsung dibawa ke Tahta Ilahi. O, betapa besarnya Tuhan dan Allah kita, betapa tak terpahamilah kekudusanNya! Aku tidak berusaha menggambarkan kebesaran itu, sebab tidak lama lagi kita semua akan melihatNya sebagaimana adanya. Aku mulai memohon Allah seturut kata-kata yang telah kudengar dalam batinku.
Sementara aku berdoa demikian, aku melihat betapa Malaikat itu tidak berdaya dalam melaksanakan hukuman yang layak (menimpa dunia) akibat dosa. Aku belum pernah berdoa dengan kekuatan batin sebesar itu, seperti pada saat itu. Kata-kata yang kutujukan kepada Allah sebagai permohonanku ialah : Bapa yang kekal, kupersembahkan kepadaMu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allahan PuteraMu yang terkasih Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai : pemulihan dosa-dosa kami dan dosa seluruh dunia (diucapkan pada biji-biji besar rosario biasa yakni biji Bapa Kami).

Hari berikutnya, ketika aku masuk ke kapel, aku mendengar dalam batin kata-kata ini : setiap kali engkau masuk ke kapel, ucapkanlah segera doa yang kemarin Kuajarkan kepadamu.

Setelah mengucapkan doa itu, aku mendengar dalam batin kata-kata ini : Doa ini dimaksudkan sebagai sarana untuk memadamkan murkaKu. Hendaknya engkau mengucapkannya selama sembilan hari pada rosario biasa dengan cara ini :Mula-mula hendaknya engkau mengucapkan satu Bapa Kami, Salam Maria, dan Aku Percaya, lalu pada biji "Bapa Kami" hendaknya engkau berdoa begini: Bapa yang kekal, kupersembahkan....dst. Pada biji-biji "Salam Maria" hendaknya engkau mengucapkan kata-kata berikut ini : Demi Sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasihMu kepada kami dan seluruh dunia. Pada akhir hendaknya engkau mengucapkan tiga kali kata-kata ini : Allah yang Kudus, Kudus dan berkuasa, Kudus dan Kekal, kasihanilah kami dengan seluruh dunia. [BCH, No 474-476]

Sabda Yesus kepada Suster Faustina :
Ucapkanlah koronka yang telah Kuajarkan kepadamu ini setiap hari. Barangsiapa mendaraskannya, akan mengalami kerahimanKu yang besar pada saat kematiannya. Para imam akan menganjurkannya kepada para pendosa sebagai pertolongan terakhir. [BCH, No. 687]

O, betapa banyak rahmat akan diterima orang yang mengucapkan koronka ini! ...Hendaknya seluruh dunia mengenal kerahimanKu yang tak terselami. Inilah tanda untuk zaman akhir. Sesudahnya akan tiba hari keadilan. Selama masih ada waktu, manusia hendaknya bergegas kepada sumber kerahimanKu dan memanfaatkan Darah dan Air yang memancar bagi mereka. [BCH, No. 848]

Ajaklah orang mengucapkan koronka yang telah Kuberikan kepadamu. Kepada mereka yang mendaraskannya, akan Kuberikan apa saja yang mereka minta. Hati para pendosa yang paling tegar pun, bila mendaraskannya, akan dipenuhi ketenangan, dan saat kematian mereka akan diliputi bahagia. Tuliskanlah ini bagi jiwa-jiwa yang susah: bila orang menyadari dan memahami beratnya dosa-dosanya, bila mata hatinya menangkap jurang kehinaan yang dimasukinya, janganlah putus asa, melainkan dengan penuh percaya menjatuhkan diri ke dalam rangkulan kerahimanKu, ibarat seorang anak ke dalam rangkulan ibunya. Orang-orang itu mempunyai hak utama untuk mengalami HatiKu yang berbelas kasih serta kerahimanKu. Katakanlah bahwa tiada seorang pun yang menyerukan kerahimanKu, pernah dikecewakan ataupun dipermalukan. Secara khusus Kusayangi orang yang mengandalkan kebaikanKu. Tulislah: bila koronka ini didaraskan dekat orang yang sedang menghadapi ajalnya, Aku akan berdiri antara Bapa dan orang itu bukan sebagai Hakim yang adil melainkan sebagai Juru Selamat yang rahim. [BCH, No. 1541]
Dengan mengucapkan doa koronka ini, engkau mendekatkan umat manusia kepadaKu [BCH, No. 929]


Doa Utama kepada Kerahiman Allah


Sumber: www.pondokrenungan.com
Sabda Yesus kepada Suster Faustina :
Serukanlah kerahimanKu bagi para pendosa. Aku merindukan keselamatan mereka. Bila dengan hati yang diresapi sikap kerendahan hati dan iman engkau ucapkan doa ini untuk seorang pendosa, akan Kuberikan kepadanya karunia pertobatan. Inilah doa itu :

Darah dan Air,
yang telah memancar dari Hati Yesus
sebagai sumber kerahiman bagi kami,
Engkaulah andalanku!




Jam Kerahiman

Kata Yesus kepada Suster Faustina :
Pada pukul tiga petang, serukanlah kerahimanKu, Khususnya bagi para pendosa, dan renungkanlah, biar sebentar saja sengsaraKu, teristimewa saat-saat ajalKu, ketika Aku seorang diri saja.

Inilah Jam KerahimanKu yang besar bagi seluruh dunia. Aku akan mengizinkan engkau mengalami kesedihanKu yang mendalam. Pada jam itu tidak akan Kutolak apa pun yang diminta seseorang demi sengsaraKu. [BCH, No. 1320]

Aku mengingatkan engkau, hai puteriKu : setiap kali engkau mendengar jam membunyikan pukul tiga petang, benamkanlah dirimu seluruhnya dalam KerahimanKu sambil memuji dan memuliakanNya. Serukanlah kemahakuasaanNya bagi segenap dunia, sebab pada saat itulah kerahiman itu terbuka lebar bagi semua jiwa.

Pada Jam itu engkau akan dapat memperoleh apa saja bagi dirimu sendiri dan bagi orang lain. Pada jam itu tercurahlah rahmat bagi segenap dunia, kerahiman mengalahkan keadilan. PuteriKu, pada jam itu berusahalah mengadakan Jalan Salib, sejauh hal itu dimungkinkan. Bila engkau tidak dapat mengadakan Jalan Salib, mampirlah sebentar ke kapel dan sujudlah di hadapan HatiKu yang penuh Kerahiman dalam Sakramen Mahakudus. Dan bila engkau tidak dapat mampir ke kapel, maka di mana saja engkau berada, berdoalah dengan sungguh-sungguh, biar sebentar saja, Aku menuntut agar semua makhluk memuji-muji kerahimanKu. [BCH, No. 1572]


Lukisan "Yesus, Engkau Andalanku" dan Pesta Kerahiman Ilahi

Catatan Suster Faustina :

Malam hari, ketika aku di kamar sendiri, aku melihat Tuhan Yesus berpakaian jubah putih. Satu tanganNya terangkat untuk memberi berkat sedangkan tangan yang lain menyentuh dadaNya. Dari dalam pakaian yang terbuka memancarlah dua sinar besar, yang satu merah dan yang lain pucat. Dalam keheningan aku memandang Tuhan. Jiwaku dipenuhi rasa takut dan sekaligus sukacita yang besar. Sebentar kemudian Yesus berkata kepadaku : Buatlah lukisan menurut gambar yang engkau lihat ini, dengan tulisan di bagian bawahnya: Yesus, Engkau andalanku. Aku menghendaki supaya lukisan itu dihormati pertama-tama di kapelmu, lalu di seluruh dunia. Aku berjanji bahwa orang-orang yang akan menghormati lukisan ini, tidak akan binasa.....Aku sendiri akan membela mereka sebagai kemuliaanKu. [BCH, No. 47-48] Peristiwa ini dialami Suster Faustina pada tanggal 22 Februari 1931 di kota Plock.
Setelah melakukan pengakuan dosa kepada Bapa pengakuannya, Suster Faustina mendengar suara : GambarKu sudah ada dalam jiwamu. Aku menghendaki adanya Pesta Kerahiman. Aku ingin, supaya lukisan yang akan kau buat dengan kuas itu, diberkati secara meriah pada hari Minggu Paskah I. Inilah hari Minggu yang harus menjadi Pesta Kerahiman. Aku menghendak, supaya para imam mewartakan kerahimanKu yang besar itu terhadap jiwa-jiwa berdosa. Para pendosa jangan takut mendekati Aku. DiriKu terbakar oleh nyala-nyala kerahiman, dan Aku ingin mencurahkan pada jiwa-jiwa manusia. [BCH, No. 49-50]

Pada kesempatan lain, Yesus memberi penjelasan lebih rinci mengenai lukisan yang harus diusahakan Suster Faustina :
Kedua sinar ini menunjukkan darah dan air. Sinar pucat menggambarkan air yang mengkuduskan jiwa manusia. Sinar merah menggambarkan darah yang menjadi sumber kehidupan jiwa-jiwa .....

Kedua sinar itu keluar dari kedalaman kerahimanKu pada saat hatiKu, yang sedang menghadapi ajalnya, dibuka dengan tombak di salib. Sinar-sinar itu melindungi jiwa-jiwa terhadap murka Allah.

Berbahagialah orang yang hidup dalam naungannya, sebab tangan keadilan Allah tidak akan menjangkaunya.

Lalu Yesus menambahkan :
Aku menghendaki, supaya Minggu Paskah I menjadi Pesta Kerahiman. [BCH, No. 299]

Pada tempat lain, dalam Buku Catatan Hariannya (BCH), Suster Faustina mencatat kata-kata Yesus berikut ini :
PandanganKu pada lukisan ini serupa dengan pandanganKu saat Aku di salib [BCH, No. 326]

Keluhuran lukisan ini bukan dalam keindahan warna ataupun goresan kuas, melainkan dalam kasih karuniaKu. [BCH, No. 313]

Melalui lukisan ini banyak rahmat akan Kuberikan kepada manusia. Lukisan ini hendaknya mengingatkan tuntutan-tuntutan kerahimanKu. Sebab iman yang paling kuat sekalipun tidak berguna tanpa perbuatan-perbuatan.[BCH, No. 742]

Aku berikan sebuah wadah yang hendaknya mereka bawa untuk menimba rahmat dari sumber kehidupan. Wadah itu ialah lukisan bertuliskan: Yesus, Engkaulah andalanku. [BCH, No. 327]

Barangsiapa mengandalkan kerahimanKu, tidak akan binasa. Sebab semua urusannya adalah urusanKu sendiri. [BCH, No.723]

Jiwa-jiwa tetap binasa, biarpun Aku telah mengalami sengsara yang pedih. Aku memberi mereka pertolongan terakhir, yaitu Pesta KerahimanKu. Bila mereka tidak menghormati kerahimanKu, mereka akan binasa untuk selama-lamanya....Tulislah, bicaralah kepada jiwa-jiwa tentang kerahimanKu yang besar, sebab sudah dekatlah hari yang dahsyat, hari keadilanKu. [BCH, No. 965]




Sumber: Yesus Engkaulah Andalanku-Devosi Kepada Kerahiman Ilahi, Stefan Leks

Jumat, 12 Agustus 2011

Santa Maria dari Kazan - Russia


Fatima, Portugal (abad ke-13)


Di antara rakyat Russia, ikon Santa Maria dari Kazan adalah salah satu yang paling populer di dihormati dari antara gambar-gambar Bunda Maria. Menurut pendapat ahli, ikon itu berasal dari abad ke-13 dan dilukis diatas selembar kayu dengan gaya Bizantium Yunani yang umum. Ikon itu menggambarkan kepala dan bahu Santa Perawan Maria bersama dengan Kanak-kanak Yesus yang berdiri di atas lututnya. Meskipun permukaan karya ini nyaris seluruhnya tertutup oleh lapisan emas, gambar dibawah lapisan emas itu dilukis seluruhnya dengan pigmen dan analisa dengan sinar-X menunjukkan bahwa ikon itu dalam keadaan sempurna. Wajah Santa Maria dan Kanak-kanak Yesus dapat terlihat, demikian juga tangan kanan Sang Putera. Lempengan emasnya berasal dari abad ke-17 dan ditaburi dengan lebih dari 1000 batu permata, emerald, rubi, safir, dan mutiara. Meskipun sebagian besar batu-batu permata itu sudah menjadi bagian dari ikon itu sejak berabad-abad, beberapa batu permata yang disumbangkan orang-orang baru ditambahkan pada tahun-tahun belakangan ini.

Menurut dugaan, ikon tersebut dilukis di Konstantinopel. Para sejarawan percaya bahwa ikon tersebut dibawa ke Russia lewat Laut Hitam dan Sungai Don dan lalu ke kota Kazan, dimana ikon tersebut ditahtakan di sebuah biara.

Ikon tersebut hilang pada tahun 1209 ketika orang-orang Tartar memporak-porandakan kota Kazan dan menghancurkan biara serta membunuh segenap penghuninya. Lebih dari 350 tahun kemudian ikon tersebut ditemukan kembali, pada tahun 1579, ketika kota itu sedang dibangun kembali setelah terjadi bencana kebakaran.

Seorang anak kecil menemukan ikon tersebut diantara puing-puing rumahnya yang sedang diperbaiki oleh ayahnya. Matrona, anak yang berusia 9 tahun itu mengatakan bahwa seorang "wanita yang mulia" menunjukkan tempat dimana dia harus menggali untuk menemukan sebuah ikon. Dua kali penampakan sang wanita diabaikan oleh orang tua dan para tetangga, tetapi ketika penglihatan ketiga terjadi mereka dengan segera menggali di puing-puing. Matrona-lah yang menemukan ikon tersebut, yang dibungkus dengan kain tua. Meskipun telah terkubur selama tiga abad, ikon tersebut tidak rusak.

Berita tentang penemuan yang mukjijat itu tersebut tersebar luas ke seluruh kota dan membuat ribuan orang berduyun-duyun datang ke tempat penampakan Bunda Maria. Ikon tersebut lalu dibawa oleh Uskup Agung dalam suatu perarakan ke gereja St.Nikolas di dekat situ. Nantinya ikon itu ditahtakan di Katedral Anunsiasi di Kazan. Selanjutnya, ketika salinan ikon tersebut dibuat dan dikirim ke Czar Ivan Agung, dia memerintahkan supaya ikon aslinya ditahtakan di kapel biara yang dia ingin bangun di tempat dimana ikon tersebut ditemukan kembali. Di biara inilah bertahun-tahun sesudahnya Matrona bersama ibunya menjadi anggotanya dan mengucapkan kaul biarawati.

Ketika Russia dikepung dari luar dan dalam oleh musuh-musuhnya dan beberapa pihak mengklaim tahta kekaisaran Russia, Uskup Germogen memanggil para patriot Russia untuk menempur pemimpin-pemimpin palsu dan menahan serangan asing, dengan meyakinkan mereka bahwa mereka akan didukung dan dilindungi oleh Bunda Allah. Dia sendiri ditawan oleh pasukan Polandia di tahun 1612 dan menderita wafat sebagai martir karena kelaparan. Rakyat Russia kemudian berdiri di belakang Uskup Yunani, Arsenius, yang sedang mengunjungi Russia pada waktu itu. Dalam suatu penglihatan, St.Serge, pendiri Biara Trinitas Mahakudus di Zagorsk, menampakan dirinya kepada sang uskup dan meyakinkan dia akan kemenangan dibawah perlindungan Santa maria. Mendengar hal ini, orang-orang Russia membawa ikon tersebut sebagai panji kemenangan dan menyerang dinding-dinding Kremlin dan membebaskan Moskow pada tanggal 27 November 1612. Pasukan Russia mengelu-elukan Santa Maria dari Kazan sebagai pembebas Russia. Untuk mengenang kemenangan ini, Gereja menyatakan tanggal 22 Oktober sebagai hari raya.

Ikon itu kembali diangkat sebagai panji kemenangan oleh Czar Petrus Agung dalam pertempurannya melawan pasukan Charles XII dari Swedia pada tahun 1790.

Ikon tersebut beberapa kali dipindah-pindah ke berbagai tempat terhormat dan setiap tempat agaknya berusaha untuk menghujani ikon itu dengan kehormatan dan rasa khidmat. Di Lapangan Merah yang terkenal di Moskow, Pangeran Pozharsky, panglima pasukan milisi rakyat, membangun sebuah basilika yang didedikasikan kepada Bunda dari Kazan. Ikon itu dipindahkan ke sana, tetapi ketika ibukota dipindah dari Moskow ke St.Petersburg, Czar Petrus membangun kuil yang khusus bagi ikon itu dan memindahkannya ke tempat kehormatan yang baru.

Setelah kekalahan Napoleon yang dianggap sebagai hasil perlindungan Santa Maria, Basilika Kazan dibangun untuk merumahkan ikon tersebut. Basilika itu dikonsekrasikan sewaktu pemerintahan Alexander II. Sang czar memberikan semua rampasan perang dan bendera-bendera perang dari invasi Napoleon kepada kuil itu sebagai perlambang kemenangan Santa Maria. Ikon itu tetap berada disana samapi Revolusi Russia tahun 1917. Pada tahun 1929 Katedral Kazan di St.Petersburg direndahkan martabatnya dengan diubah menjadi museum, yang tetap demikian hingga saat ini.

Meskipun tidak dapat dipastikan bagaimana ikon itu dipindahkan dari Russia, ada yang berspekulasi bahwa ikon itu dijual setelah Revolusi bersama dengan banyak ikon dan perangkat Misa, harta religius dan negara, pada saat dimana pemerintah Komunis yang baru berdiri sangat membutuhkan uang. Ikon itu muncul kembali di tangan pribadi pertama di Polandia, lalu di Inggris pada tahun 1935.

Pada tahun 1960 ikon itu dipinjamkan kepada suatu komunitas rohani yang membawanya dalam suatu perziarahan ke gereja-gereja Ortodoks Russia di seluruh Amerika Serikat dengan harapan dapat mengumpulkan cukup dana untuk membelinya. Perayaan yang agung dan liturgi-liturgi yang suci dipersembahkan selama kunjungan-kungjunannya. Ikon itu juga dipertunjukan dengan hormat di paviliun Ortodoks Russia pada New York World Fair tahun 1964-1965. Ikon itu akhirnya ditebus oleh Apostolat Santa Maria dari Fatima dan ditahtakan pada tanggal 26 Juli 1970 di kapel Bizantium Ikon dari Kazan di Domus Pacis, kota Fatima, Portugal.

Setelah lebih dari 50 tahun berkelana diantara pemilik-pemilik pribadi, ikon itu sekarang dirumahkan di suatu tempat kehormatan. Orang-orang berharap suatu waktu nanti ikon itu bisa dikembalikan ke panti kudusnya yang asli di tanah Russia.


Sebagai tambahan, di Soufanieh, Siria, suatu salinan ikon Santa Maria dari Kazan mengeluarkan minyak zaitun hingga sekarang. 1000 salinan yang dibuat dari ikon Santa Maria dari Kazan di Soufanieh itu juga turut mengucurkan minyak zaitun.




Kesaksian

Suatu Perjalanan Pulang ke Rumah
oleh Rosalind Moss

Sewaktu saya mulai melakukan suatu hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya - yaitu untuk mempelajari klaim-klaim Gereja Katolik - saya bersandar pada doa, khawatir bahwa yang jahat akan menipu dan membuat saya tiada berguna bagi kerjaan Kristus yang telah saya kenal dan kasihi.

Saya dibesarkan di suatu keluarga Yahudi, yang masih merayakan banyak dari tradisi-tradisi Yahudi, setidaknya di saat saya masih kecil. Saya ingat punya suatu perasaan khusus bahwa Allah yang tunggal adalah Allah kami dan bahwa kami adalah umat-Nya. Akan tetapi ketika saya mulai tumbuh besar dan menempuh jalan kami masing-masing, banyak hal yang kami tinggalkan di belakang. Akhirnya kakak laki-laki saya, David, menjadi seorang ateis, dan saya, mungkin, menjadi seorang agnostik (tidak peduli eksistensi Allah).

Pada musim panas tahun 1975 (saat itu kami berusia tigapuluh tahunan) saya mengunjungi David. Selama bertahun-tahun David telah mencari kebenaran, mencari makna hidup ini, dan untuk memastikan apakah Allah itu sungguh-sungguh ada. Seringkali saya berpikir pada diri sendiri,

Apa yang membuat kamu berpikir bahwa kebenaran itu ada?! ... bahwa ada sesuatu hal yang merupakan kebenaran? Dan apa yang membuat kamu berpikir bahwa kamu bisa menemukannya? Bukankah serupa seperti layaknya mencari jarum di tumpukan jerami? Dan bagaimana kamu akan mengenalinya?

Bahkan sekalipun kebenaran itu ada, dan kamu dapat menemukannya, dan kamu tahu ketika kamu telah memilikinya ... dan bahkan jika kebenaran itu berada bahwa Allah itu ada - lalu apa selanjutnya? Bagaimana dengan mengetahui kebenaran itu bisa membuat suatu perubahan dalam hidupmu?

Pada percakapan kami dalam pertemuan ini, David menceritakan kepada saya bahwa dia telah menemukan suatu artikel yang mengatakan bahwa ada orang-orang Yahudi - orang-orang keturunan Yahudi - yang masih hidup, di dunia ini, yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Mesias orang Yahudi - Sang Mesias (!) yang masih kami tunggu-tunggu kedatangannya selama ini. Saya tidak akan pernah melupakan kekagetan yang menjalari seluruh tubuh saya pada saat itu. Pikiran saya melayang balik ke tahun-tahun ketika kami duduk di meja Paskah Yahudi dalam pengharapan akan kedatangan Mesias, menyadari bahwa Dia adalah satu-satunya pengharapan yang kami miliki. Dan sekarang David mengatakan kepada saya bahwa ada orang-orang - orang-orang Yahudi - yang percaya bahwa Dia telah datang?!

Saya berkata kepada David, "Maksudmu mereka percaya Dia telah ada disini - di dunia ini?! Dan t-a-k s-e-o-r-a-n-g-p-u-n tahu??? Dunia ini tidak berubah? Dan Dia telah pergi???!"

Sekarang lalu apa? Tiada lagi harapan, tiada yang tersisa. Ini gila-gilaan. Selain itu, engkau tidak bisa menjadi seorang Yahudi dan sekaligus percaya pada Kristus.

Dalam waktu tiga bulan sejak percakapan itu, saya telah pindah ke negara bagian Kalifornia dan bertemu dengan beberapa orang Yahudi ini yang percaya pada Kristus. Mereka tidak hanya percaya bahwa Yesus Kristus adalah Mesias bangsa Yahudi, tetapi bahwa Dia adalah Allah yang turun ke dunia! Bagaimana seseorang bisa berpikir seperti itu? Bagaimana seorang manusia adalah Allah? Bagaimana engkau bisa melihat Allah dan tetap hidup?!

Dalam satu malam yang merubah hidup saya, saya berada bersama-sama suatu kelompok orang Yahudi ini, yang kesemuanya adalah umat Kristen pengikut Kristus - semua adalah umat Kristen Protestan Injili (Evangelical-Protestant). Mereka mengatakan kepada saya bahwa Allah perlu mencurahkan darah bagi pengampunan dosa dan mereka menerangkan bagaimana, dibawah sistim kurban Perjanjian Lama, orang-orang datang setiap hari untuk mempersembahkan binatang kurban bagi dosa-dosa mereka - lembu, kambing, domba. Kalau kurban itu seekor anak domba, maka harus jantan, satu tahun umurnya, dan harus sempurna tanpa cacat atau cela. Orang tersebut akan meletakkan tangannya diatas kepala anak domba sebagai simbol bahwa dosa dipindahkan dari orang tersebut kepada binatang itu. Dan anak domba itu - yang tidak berdosa tetapi secara simbolis telah menerima dosa-dosa orang itu - lantas dijagal, dan darahnya akan dituangkan diatas altar sebagai persembahan bagi Allah untuk membayar dosa-dosa orang tersebut.

Saya tidak dapat mengerti mengapa Allah membuat binatang yang tak berdosa untuk dosa-dosa saya? Tetapi saya mulai mengerti bahwa dosa itu bukan suatu hal yang ringan dimata Allah. Mereka juga menerangkan bahwa kurban binatang itu bersifat sementara, bahwa kurban itu perlu diulang-ulang, dan bahwa kurban itu bukan persembahan yang sempurna. Kurban-kurban itu mendahului Yang Satu yang suatu waktu akan datang dan menanggung pada diri-Nya - bukan dosa seorang demi seorang - tetapi dosa-dosa seluruh dunia, dan untuk sepanjang masa.

Dan mereka menunjukkan kepada saya satu saja ayat di Perjanjian Baru, Yohanes 1:29, ketika Yesus datang dan Yohanes Pembaptis, memandang kepada-Nya dan berkata, "Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia!" Anak Domba Allah - kurban satu-untuk-semua yang final, yang didahului oleh semua kurban-kurban dalam Perjanjian Lama. Sayapun terguncang. Saya tidak dapat mempercayai apa yang baru saja saya mengerti. Rintangan terbesar adalah bahwa seorang manusia tidak mungkin adalah Allah! Tetapi saya menyadari pada malam itu bahwa - jika Allah itu ada - Dia bisa menjadi seorang manusia! Allah bisa menjadi apapun atau siapapun yang Dia kehendaki; Saya tidak akan mengajari Dia bagaimana cara menjadi Allah!

Tidak lama setelah kejadian itu saya memberikan hidup saya kepada Kristus. Dan dalam waktu semalam saja Allah telah mentransformasi hidup saya. Saya nyaris sama sekali tidak tahu tentang Evangelikalisme (Injili) ataupun Protestanisme. Saya telah menjadi seorang Kristen. Saya telah memiliki hubungan pribadi dengan Allah seluruh jagat raya dan suatu alasan untuk menjalani hidup ini untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Saya ingin membawa corong suara ke bulan dan meneriakan kepada seluruh penduduk bumi bahwaAllah ada dan bahwa mereka bisa mengenal-Nya.

Pelajaran Alkitab saya yang pertama sebagai seorang Kristen baru diajarkan oleh seorang mantan Katolik, yang dirinya sendiri pernah diajarkan oleh seorang mantan imam Katolik. Jadi saya belajar sejak permulaan bahwa Gereja Katolik adalah suatu sekte, sistem agama yang semu yang membawa berjuta-juta orang tersesat. Selama bertahun-tahun saya mengajarkan tentang keburukan Gereja Katolik, mencoba untuk menolong orang-orang, bahkan keluarga-keluarga seluruhnya, dengan membawa mereka keluar dari agama buatan manusia, kedalam hubungan yang sejati dengan Kristus lewat kekristenan satu-satunya yang saya kenal dan saya percaya dengan segenap hati saya.

Kira-kira setahun setelah komitmen saya pada Kristus, David menelpon saya untuk mengatakan bahwa dia telah menjadi percaya bahwa Kristus adalah Allah dan bahwa, baginya, hal ini juga berarti memberikan hidupnya kepada Kristus. Tetapi dia belum siap untuk memberikan komitmen dirinya pada gereja manapun juga pada saat itu (meskipun dia telah menghadiri kebaktian-kebaktian Baptis). Jumlah denominasi-denominasi Protestan yang terus bertambah dan kelompok-kelompok yang memisahkan diri, bagi David adalah suatu kesaksian yang buruk akan kata-kata Kristus bahwa Dia akan membangun Gereja-Nya. Dimana persatuan? Bagaimana bisa, dia bertanya, umat Kristen yang tulus, lahir-kembali, percaya pada Alkitab, didiami dan dipimpin oleh Roh Kudus yang sama, bisa datang pada interpretasi yang berbeda-beda?

Inilah satu diantara berbagai pemikiran yang membawa David untuk mempelajari Gereja Katolik Roma. Sayapun merasa ngeri dan khawatir baginya. Bagaimana dia bisa menjadi seorang Kristen yang sejati dan percaya pada Gereja Katolik?

Waktu itu Natal tahun 1978 ketika saya mengunjungi David kembali. Dia membawa saya bertemu dengan seorang biarawan yang selama ini telah membimbingnya dalam belajar dan saya yakin adalah agen iblis dalam misi untuk menyesatkan kakak saya. Dan lalu kami pergi menghadiri Misa tengah-malam Malam Natal. Itu adalah untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di suatu gereja Katolik. Saya duduk dengan terbengong-bengong sepanjang Misa Kudus, dan juga sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Ketika saya akhirnya dapat berbicara, saya berkata kepada David: "Mirip dengan sebuah sinagoga (bait Allah - rumah ibadah orang Yahudi), tetapi ada Kristusnya!!" Dia berkata, "Benar!" Dan saya lalu menjawab, "Salah!!!! Kristus telah menggenapi hukum nabi Musa; semua ritual dan hal-hal sudah disingkirkan!" Hati saya terasa sakit. Bagaimana David bisa terjebak seperti itu? Apakah dia punya batu sandungan? Apakah dia tertarik dengan liturginya? kepada keindahan artistis, dari latar belakang Yahudi kami? Tidakkah dia bisa melihat Kristus sebagai tujuan akhir semua ini?

David menjadi Katolik pada tahun 1979. Tagihan telepon kami antara Kalifornia dan New York sangat tinggi selama tahun-tahun berikutnya. Lebih dalam dia terjun dalam apa yang saya anggap sebagai kesesatan, lebih dalam lagi saya melahap apa yang saya tahu sebagai kebenaran. Setelah menyelesaikan institut Alkitab di gereja saya, saya memasuki program paska sarjana di Talbot Theological Seminary di La Miranda, Kalifornia, sekaligus menjadi pelayan full-time ministri di lembaga permasyarakatan Lancaster, Kalifornia. Keinginan saya yang terdalam setelah lulus adalah menjadi staff di gereja setempat untuk mengajar kaum wanita, menolong mereka untuk membesarkan keluarga yang diridhoi oleh Allah dan untuk menjangkau orang-orang lain dengan Kabar Gembira.

Allah yang memberi kita keinginan-keinginan dalam hati kita adalah Allah yang sama yang membawa keinginan-keinginan ini menjadi kenyataan. Setelah tamat dari Talbot di bulan Mei 1990, saya dipanggil untuk menjadi staf suatu gereja Sahabat Injili (dari aliran Quaker) di wilayah Orange, Kalifornia, sebagai direktur pelayanan wanita. Secara doktrinal, denominasi Sahabat (Friends) ini tidak sepenuhnya sesuai dengan kepercayaan saya, karena mereka telah menghapuskan pembaptisan dan komuni. Gereja yang satu ini, akan tetapi, dibawah kepemimpinnan seorang pastor yang baru, dari latar belakang Baptis (dan mantan Katolik), telah membawa kembali pembaptisan dan komuni ke kongregasi tunggal ini dalam denominasi tersebut.

Dalam bulan transisi yang menentukan dari pelayanan penjara ke gereja lokal itu, saya kembali mengunjungi David di New York. Bulan Juni tahun 1990. Dalam salah satu percakapan maraton kami, David bertanya, "Bagaimana kok kaum Injili tampaknya tidak ingin berusaha untuk bersatu? Tidakkah Yesus berdoa bahwa kita semua akan menjadi satu ...?" Saya melihat kesulitan muncul. "Ya, Yesus berdoa supaya kita menjadi satu, seperti Dia dan Bapa adalah satu .. tetapi tanpa mengorbankan kebenaran!"

Setelah itu David menanyakan jika saya pernah membaca terbitan majalan yang berada diatas meja yang berjudul "This Rock" (Batu Karang Ini), yang disebutkannya sebagai suatu majalah "apologis Katolik". Saya bahkan tidak dapat mengerti dua kata itu bisa digabungkan jadi satu. Saya tidak pernah tahu bahwa umat Katolik punya pembelaan terhadap imannya - tak seorang Katolikpun pernah berbicara tentang Injil kepada saya. Lebih jauh lagi, saya tidak pernah mengenal umat Katolik yang peduli akan orang-orang yang tahu Alkitab.

Saya membawa majalah itu bersama sama kembali ke Kalifornia karena rasa ingin tahu, tetapi juga karena rasa hormat kepada orang-orang yang setidak-tidaknya ingin memberitahukan kepada orang-orang lain tentang apa yang dipercayainya - meskipun mereka salah sekalipun. Di dalam majalah itu ada iklan satu halaman penuh yang berbunyi: Pendeta Presbiterian Menjadi Katolik. Tidak mungkin! demikian kata saya pada diri sendiri. Saya tidak peduli apa anggapan orang itu terhadap dirinya, atau apa pekerjaannya, tidak mungkin "pendeta Presbiterian" ini bisa menjadi seorang Kristen yang sejati jika dia masuk Katolik. Bagaimana dia bisa mengenal Kristus dan tertipu?

Saya lantas memesan seri 4 kaset dari mantan pendeta Presbiterian ini (yang namanya adalah Scott Hahn) berikut perdebatan dua bagian dengan seorang profesor dari Wesminster Theological Seminary menyangkut topik justifikasi (iman saja versus iman dan perbuatan). Pernyataan penutup Scott Hahn menyarikan 2000 tahun sejarah gereja dan berpuncak dengan pemikiran bahwa mereka yang mau meneliti klaim-klaim Gereja Katolik dan menilai bukti-bukti yang ada akan sampai pada "kejutan besar dan kecengangan yang mulia" karena menemukan bahwa apa yang selama ini mereka serang dan coba membawa orang-orang keluar daripadanya, ternyata sesungguhnya justru adalah Gereja yang Kristus dirikan di dunia ini.

Kekagetan luar biasa adalah kata-kata yang bisa menjelaskan apa yang saya alami pada saat itu. "Oh tidak," pikir saya, "jangan katakan pada saya bahwa semua ini adalah benar." Pikiran itu melumpuhkan saya. Saya tidak dapat percaya apa yang saya pikirkan. Dan hal itu datang pada saat yang paling tidak menyenangkan. Dalam waktu dua minggu saya akan mulai bekerja di gereja yang baru.

Saya membaca ulang pernyataan doktrinal denominasi Friends yang segera saya akan bergabung dengannya. Ada cerita tentang pendirinya, George Fox, yang pertobatannya yang dramatis di tahun 1600 memenuhi dirinya dengan kecintaan yang mendalam pada Allah dan semangat untuk menentang penyelewengan-penyelewengan pada jamannya. Dalam keinginannya supaya Allah disembah dalam roh dan dan dalam kebenaran, Fox menghapuskan dua sakramen atau ordinansi yang tersisa, yang telah dibiarkan oleh Martin Luther, yaitu Pembaptisan dan Komuni - supaya iman jangan diletakkan pada unsur anggur, roti dan air, melainkan pada Allah yang menjadi pusatnya.

Saya menyukai semangat George Fox, tetapi saya percaya bahwa dia salah. Pembaptisan dan Komuni jelas-jelas diperintahkan dalam Kitab Suci meskipun saya percaya mereka hanya sebagai simbol saja. Lantas muncul pikiran: Bagaimana jika Luther ternyata melakukan apa yang George Fox lakukan? Bagaimana jika Luther, karena semangat dan kasihnya kepada Allah, juga menghapuskan apa yang dikehendaki oleh Allah? Nyali saya menjadi ciut dan kekhawatiran saya membesar. Apakah pikiran-pikiran saya berasal dari Allah? Apakah berasal dari setan? Saya hanya bisa menyadari bahwa dihadapan Allah, saya harus menemukan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik.

Selama dua tahun berikutnya sebagai staf gereja Friends, saya memesan buku, pita rekaman, bahkan langganan majalah This Rock, meskipun saya tidak menyukai apapun yang berbau Katolik datang di kotakpos saya. Ketika saya memberitahu David tentang penyelidikan saya, dia menantang saya tentang doktrin Sola Scriptura. "Ros, dimana Alkitab mengajarkan tentang Sola Sciprtura?" Pertanyaan ini mengusik saya. Saya pernah mendengar sebelumnya dan saya memilih untuk mengabaikannya. "Jika," saya pikir, "engkau sungguh mengenal Kristus, jika engkau percaya Kitab Suci sebagai Firman Allah, jika Roh Kudus bekerja dalam hidupmu, menerangi dan menguatkan Firman-Nya kepadamu, engkau tidak akan menanyakan pertanyaan seperti itu. Mengapa engkau menjadikan tantangan terhadap otoritas Alkitab sebagai fokusmu dan bukannya berpegang padanya sebagai santapanmu?"

Dia mencoba meyakinkan saya bahwa dia percaya bahwa Kitab Suci adalah Firman Allah, tidak bercela, tidak memiliki kesalahan dan memiliki wibawa. "Tetapi," dia bertanya, "dimana Alkitab mengatakan bahwa dirinya adalah satu-satunya otoritas? Dan dimana Kitab Suci mengatakan Firman Allah terbatas pada hal-hal yang tertulis?"

Saya menyebutkan sejumlah ayat-ayat Alkitab (2 Tim 3:16,17; 2 Pet 1:20-21, dan lain-lain), tetapi tidak satupun menjawab pertanyaan David. Bahkan ayat-ayat ini menimbulkan pertanyaan-2 lanjutan: "Bagaimana kita tahu Perjanjian Baru adalah bagian Kitab Suci? Ayat-ayat tersebut hanya merujuk pada Perjanjian Lama karena Perjanjian Baru berlum dijadikan saat itu, setidaknya tidak dalam bentuk utuh seperti sekarang. Semakin dalam saya menggali masalah ini saya berhadap-hadapan dengan fakta bahwa Kitab Suci tidak mengajarkan sola scriptura dimanapun juga.

Tanpa perlu menjelaskan maksud penyelidikan saya, saya melontarkan pertanyaan yang sama kepada para pastor dan pemimpin studi Alkitab. Tak seorangpun bisa menjadi dari Alkitab. Masing-masing datang dengan ayat-ayat yang sama seperit yang saya lihat sebelumnya dan ketika saya membalikan bahwa ayat-ayat itu tidak mengajarkan bahwa Alkitab adalah otoritas satu-satunya, mereka dengan enggan mengiyakan, dan "ayat yang mengganggu pikiran saya" tidak pernah teringat oleh siapapun. "Betapa mencengangkan," saya berpikir. "Kita mengajarkan doktrin Alkitab saja tetapi Alkitab sendiri justru tidak pernah mengajarkannya. Akan tetapi, tetap saja hal ini tidak membuktikan bahwa ada otoritas lain diluar Alkitab.

Pemikiran itu terus muncul: kaum Injili mengajarkan doktrin yang tidak ada di Alkitab sementara menyangkal bahwa ada sesuatu di luar Alkitab yang juga punya otoritas. Ada yang salah disini. Dan kalau kita salah dalam hal ini, apakah mungkin kita juga salah dalam hal lainnya? Bagaimana bisa, umat Protestan menerima Kanonisasi (standarisasi) Alkitab - percaya bahwa Allah yang memberi inspirasi pada Alkitab juga memimpin orang-orang di konsili-konsili di abad ke-4 dan ke-5 untuk mengenali kitab yang mana yang merupakan inspirasi Allah, tetapi menghapuskan banyak doktrin-doktrin utama seperti Ekaristi, Pembaptisan, Suksesi Apostolik dll? Lebih jauh lagi, pada 400 tahun pertama, sebelum kanon Alkitab difinalisasi, lebih dari 1000 tahun sebelum ditemukannya mesin cetak, iman Kristen bisa terpelihara, diteruskan secara oral dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Bagaimana bisa dalam 400 tahun terakhir kekristenan sejak masa Reformasi, dengan kanon Alkitab yang sudah ada, iman itu telah terpecah menjadi ribuan denominasi, masing-masing dengan doktrin yang berbeda dan bersaing, meskipun masing-2 mengaku "berpegang pada Firman Allah?"

Saya mulai membaca segala yang bisa saya temukan, kapanpun saya bisa, sampai saya menyadari setelah dua tahun bahwa saya harus meninggalkan gereja saya di Kalifornia dan mendedikasikan diri saya untuk menentukan jika Gereja Katolik adalah sungguh-sungguh seperti pengakuannya. Saya pindah ke New York dan mulai apa yang menjadi pencarian yang intensif selama dua setengah tahun. Selama berbulan-bulan saya membaca setiap karya Protestan Injili yng bisa saya temukan yang berseberangan pendapat dengan Gereja Katolik. Saya ingin dibebaskan dari nasib kemungkinan menjadi Katolik nantinya. Dengan kekecewaan yang besar saya menemukan bahwa para pengarang Injili ini berseberang pendapat dengan apa yang mereka percaya diajarkan oleh Gereja Katolik. Mereka berargumentasi dengan apa yang mereka percaya diajarkan oleh Gereja Katolik, dan agaknya pemahaman dan kesalah-pahaman mereak terhadap ajaran Gereja Katolik, mencerminkan perspektif Protestan darimana mereka berasal. Ucapan bijak dari almarhum Uskup Agung Fulton Sheen menjadi nyata: "Tidak ada seratus orang di Amerika Serikat yang membenci Gereja Katolik. Ada berjuta-juta orang, yang membenci apa yang secara salah mereka percaya sebagai Gereja Katolik - yang mana, tentunya, sangat berbeda."

Setiap penemuan tentang suatu ajaran Katolik membawa saya untuk kembali meneliti sejumlah doktrin-doktrin Injili. Dan dengan setiap pemikiran yang membawa saya lebih dekat dengan Gereja, suatu perasaan duka dan kematian menyelimuti saya dalam memikirkan bahwa saya akan terpisah tidak hanya dengan gereja saya di Kalifornia, tetapi dengan satu-satunya kekristenan yang telah saya kenal selama 18 tahun.

Sebelum meninggalkan Kalifornia, seorang pastor yang saya kasihi dengan siapa saya berbagi pencarian kebenaran ini, bertanya: "Jika tidak ada Gereja Katolik, apakah pemahamanmu tentang Perjanjian Baru juga akan membawamu untuk menciptakan iman Katolik?" Jawaban saya waktu itu adalah, "Itulah yang sedang saya cari tahu." Setahun sesudahnya, saya akan mengatakan begini, "Tidak, saya tidak akan sampai pada Gereja Katolik, tetapi saya juga tidak akan bersama-sama lagi dengan Protestan Injili." Saya telah menjadi seorang Kristen tanpa rumah. Saya tidak bisa memikirkan menjadi Katolik, tetapi saya juga tidak bisa kembali kepada Evangelikalisme.

Tiga buku sangat membantu saya selama pencarian ini: Essay on the Development of Christian Doctrine, Liturgy and Personality, The Spirit of Catholicism. Lebih banyak saya baca, lebih banyak saya merasakan keindahan, kedalaman, kegenapan desain Allah atas Gereja-Nya melebihi segala hal yang saya kenal. Dalam setiap hal, termasuk tiga yang paling terkenal dalam Reformasi - sola gratia, sola fide, sola scriptura - saya menjadi percaya bahwa Gereja Katolik selaras dengan Alkitab. Segala apa yang saya baca tentang ajaran dan hidup Katolik membawa saya lebih dekat kepada Gereja; sementara sebagian besar yang saya perhatikan membuat saya ingin melarikan diri daripadanya. Dimana Gereja yang saya baca di buku-buku? Dimana Gereja yang bisa disebut "rumah"?

Suatu hari Minggu, saya duduk di bangku belakang sebuah paroki Katolik yang saya kunjungi pertama kalinya. Saya mendengar imam mengatakan apa yang tidak pernah saya dengar dari orang Katolik sebelumnya. Pada konklusi pesan Injil, dia berkata kepada kongregasi, "Kita perlu memberitahukan kepada seluruh dunia!" Hati saya terpaku. Inilah pertama kalinya saya merasakan semangat untuk memenangkan jiwa-jiwa yang diteriakan dari atas mimbar sebuah Gereja Katolik.

Air mata sayapun meleleh. Sejak pertama saya bertemu Kristus, saya telah menjalani hidup ini untuk memberitahukan orang-orang tentang Dia. Saya berpikir, jika Gereja Katolik itu benar, mengapa tidak ada orang Katolik yang Evangelikal? Evangelikal (Injili) bukan sinonim dengan Protestanisme. Untuk menjadi seorang Injili adalah untuk menjadi seorang utusan: yaitu untuk menjangkau kepada dunia yang hilang dan terluka untuk memberitahukan kepada mereka tentang kabar gembira Kristus - bahwa ada seorang Juru Selamat yang datang bagi orang-orang berdosa dan memberikan nyawanya kepada semua yang mau datang kepada-Nya.

Saya bertemu dengan romo tersebut, Father James T.O'Connor, pastor paroki St.Joseph di Millbrook, New York, pada permulaan tahun 1995. Dalam dua pertemuaan dia sangat membantu saya dengan beberapa topik yang sulit, terutama menyangkut Misa Kudus dan sifat sakramental Gereja. Saya menyadari, segera sesudahnay, bahwa pertanyaan tiga tahun terjawab sudah. Saya tahu bahwa di hadapan Allah, saya perlu masuk Gereja Katolik... yang mana hal ini saya lakukan pada Paskah 1995. Saya telah menemukan Gereja yang adalah rumah saya.

Saya masih sedikit kikuk. Saya merasa seperti telah mengarungi lautan dan masih belum tahu cara navigasi. Tetapi saya tahu bahwa itu adalah kebenaran. Tidak hanya perbedaan-perbedaan doktrinal yang memisahkan Protestan Injili dengan Katolik. Tetapi suatu cara pandang yang berbeda. Dunia saya telah terbuka lebar. Segala penciptaan telah memiliki makna yang baru bagi saya.

Saya telah menyambut segala ajaran Gereja yang didirikan Kristus 2000 tahun lalu. Ini adalah Gereja tersebut, didirikan atas para rasul dan nabi, biji sesawi yang telah tumbuh menjadi sebuah pohon, yang telah dipelihara dan meneruskan iman yang suatu ketika diberikan kepada orang-orang kudus; bahwa Gereja yang telah berdiri diuji oleh waktu sepanjang jaman, setiap bidaah, kebingungan, perpecahan dan dosa. Dan inilah Gereja yang akan terus berdiri hingga akhir jaman, karena sungguh-sungguh merupakan Tubuh-Nya, dan dalam esensinya karenanya, kudus, tidak akan pernah berubah, dan abadi.

Dan rahmat demi rahmat inilah Gereja yang telah mengembalikan kepada saya kekhidmatan, keagungan, pesona yang saya kenal sewaktu saya kecil di sinagoga-sinagoga. Saya berkata kepada David suatu ketika, "Saya merasa seolah saya kembali memiliki Allah." Betapa aneh pernyataan yang keluar dari mulut seseorang yang telah mengenal Dia begitu indahnya dan setulusnya lewat Protestan Injili. Tetapi dalam kebebasan dan familiaritas ekpresi dan ibadah Injili, rasa Allah yang transenden seringkali hilang. Sungguh baik untuk membungkuk hormat dihadapanNya.

Dan saya telah melihat bahwa Allah yang transenden, telah memberikan kita Putera-Nya, dan dalam Tubuh-Nya, yaitu Gereja, melebihi apa yang bisa saya bayangkan - tidak melebihi Kristus, tidak selain daripada Kristus, melainkan Kristus seutuhnya.

"O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33)

Selama saya masih diberi nafas oleh Allah, saya ingin memberitahukan kepada dunia tentang sang Juru Selamat dan Gereja-Nya yang satu, kudus, Katolik, dan apostolik.